Kutipan kata-kata Bijak Pramoedya Ananta Toer

was-was.com – Siapakah Pramoedya Ananta Toer ? mungkin diantara pembaca memiliki pertanyaan seperti demikian, nah beliau ini adalah seorang sastrawan yang memiliki kualitas tulisan luar biasa. Pramoedya dilahirkan di Blora pada tahun 1925 Jawa Tengah, sebagai anak sulung dalam keluarganya. Beliau

Pramoedya Ananta Toer adalah sosok panutan yang setiap ide dan gagasan nya tak lekang oleh waktu, tetap abadi sejalan dengan kata-kata yang ia rangkai. Masa hidupnya penuh dengan tekanan dan siksaan dari penguasa karena sikap kritis yang selalu ia kumandangkan dalam setiap tulisan nya. Ia pernah ditangkap dan disiksa hingga nyaris tuli dan dibuang ke pulau buru dimasa pemerintahan orde baru. Walaupun begitu semangat menulisnya tak pernah padam hingga mampu membuat novel “Tetralogi Pulau Buru” selama dalam masa pengasingan nya.

tetralogi-buru-lentera-dipantara

 

Beberapa kutipan Pramoedya Ananta Toer  pun menjadi motivasi atau bisa di bilang wejangan dalam kehidupan

“Setiap ketidakadilan harus dilawan, walaupun hanya dalam hati.”
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer

“Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”
― Pramoedya Ananta Toer

“Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai”
― Pramoedya Ananta Toer

“seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”
― Pramoedya Ananta Toer, This Earth of Mankind

“Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations

“Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass

“Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain”
― Pramoedya Ananta Toer

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass

“Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita.”
― Pramoedya Ananta Toer

“Kowé kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!”
― Pramoedya Ananta Toer

“Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations

“Jangan hanya ya-ya-ya. Tuan terpelajar, bukan yes-man. Kalau tidak sependapat, katakan. Belum tentu kebenaran ada pada pihakku …”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia

“Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya”
― Pramoedya Ananta Toer

“Menulislah, apa pun, jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang, yang penting tulis, tulis, dan tulis, suatu saat pasti berguna.”
― Pramoedya Ananta Toer

“Seorang ibu selalu mengampuni anaknya, biarpun anak itu seperti kau, yang baru pandai membangun kesengsaraan untuk dirinya sendiri.” (Bunda, hal. 76)

“Nenek moyang mereka mengajarkan: tak ada satria lahir, tumbuh dan perkasa tanpa ujian.” (Mingke, hal. 201)

“Apa bisa diharapkan dari mereka yang hanya bercita-cita jadi pejabat negeri, sebagai apapun, yang hidupnya hanya penantian datangnya gaji?” (Mingke, hal. 213)
“Nampaknya lain yang kupersiapkan dalam batin, lain pula yang harus terjadi.” (Mingke, hal. 227)

Pandangan dan gagasan beliau sangat modern melebihi jamannya sendiri, sehingga dianggap terlalu berbahaya oleh rezim saat itu. Sebagai generasi penerus bangsa ini, sudah seharusnya kita belajar pada keteguhan Pramoedya dalam memegang prinsip.