Kabupaten Ciamis banyak menyelenggarakan festival budaya yang menyedot perhatian insan pariwisata, baik para wisatawan maupun penduduk lokal Ciamis. Setidaknya ada 3 festival budaya yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya, yakni Pesona Galuh Nagari, Galuh Etnic Carnaval dan Upacara Adat Nyangku yang mendapat respon luar biasa dari berbagai kalangan.
Pesona Galuh Nagari
Pesona Galuh Nagari merupakan atraksi pariwisata berbasis masyarakat. Selain sajian berbagai atraksi kebudayaan ada pula penampilan berbagai ‘kamonesan’ khas Ciamis yang telah dikenal hingga ke luar daerah.
Sebut saja, Bebegig Baladewa yang lebih dikenal sebagai bebegig Sukamantri, lalu ada robot mobukay Rajadesa yang pernah tampil juga dalam karnaval Asia Afrika. Ada wayang Landung yang banyak menarik perhatian masyarakat karena bentuk wayangnya yang sangat besar.
Festival ini bahkan diapresiasi oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya. Dia mengatakan Festival ini merupakan warisan budaya yang terus dilestarikan oleh warga Ciamis.
“Bangga melihat tradisi Ciamis dan juga Jawa Barat. Kelestariannya harus terus dipelihara. Ini yang menarik. Budaya sebenarnya masih jadi alasan 60% orang datang saat berkunjung ke suatu tempat,” katanya.
Arief Yahya juga menambahkan, kebudayaan yang dilestarikan akan menjadi identitas dan jati diri suatu bangsa. “Kebudayaan ini jadi semacam identitas. Di sisi lain bila dilihat dari nilai ekonomi, acara seperti ini harusnya dapat menyejahterakan rakyat dimana ketika banyak pengunjung datang ke Ciamis, masyarakat sekitar dapat menjajakan sajian kuliner maupun barang-barang berbasis ekonomi kreatif seperti batik dan kerajinan tangan lain,” paparnya.
Keterangan Foto:
Penampilan Seni Bebegig pada acara Galuh Ethnic Carnival di Alun-alun Ciamis beberapa waktu lalu. Foto: Istimewa
Galuh Ethnic Carnival
Festival yang digelar sehari penuh ini menampilkan beragam kearifan lokal Ciamis secara massal. Galuh Ethnic Carnival biasanya dimulai dari Alun-alun Kabupaten Ciamis. Berbagai venue pun dihadirkan di arena ini. Berbagai pertunjukan ditampilkan yang direspon sangat baik oleh para wisatawan yang hadir.
Sedikitnya ada 20 sub event yang disajikan. Salah satunya Bebegig Sukamantri yang dibuat dengan detail unik bahkan terkesan menyeramkan. Namun, Bebegig bagi rakyat Ciamis merupakan simbol kemenangan. Menurut cerita, Bebegig adalah representasi rupa wajah Prabu Sampulur yang berhasil mengalahkan kejahatan. Imbalannya menjadi penguasa Pulau Jawa.
Dengan kreativitasnya, masyarakat Sukamantri, Ciamis, menjadikan bebegig sebagai hiburan yang menarik. Sebab, ini merupakan kesenian tarian tradisional dengan piranti topeng. Bentuk dasar dari Bebegig adalah kepala singa, namun detailnya yang unik menyiratkan keseraman ala Bebegig. Namun demikian, rupanya tetap eksotis dengan rambut gimbal yang tersusun dari hoe atau disebut juga bubuay.
Selain Bebegig Sukamantri, ditampilkan pula Wayang Landung yang dipersembahkan warga Panjalu. Ada juga Buta Batok, Mabokuy ala wilayah Rajadesa yang unik, dan aksi Ebeg dari Purwadadi.
Galuh Ethnic Carnival yang diselenggarakan terakhir kali pada tahun 2018 ini juga semakin semarak dengan Gondang Pasisian milik warga Tambaksari, hingga Reog Apay dari Baregbeg. Belum lagi hadirnya Ronggeng SGBGS 2 dari Cisaga, selain Mengmleng Widuraja. Menguatkan warna etnik, Jagat Percussion dari Kawali juga dirilis. Berpartisipasi aktif, Padepokan Rengganis Ciamis juga menyajikan Tari
Rajah Galuh Rumingkang.
Selain komposisi lokal Ciamis, Galuh Ethnic Carnival juga menampilkan parade seni dari daerah lain. Ada Reog Ponorogo, Kawin Cari Kuningan, hingga Jurig Sarengseng dari Banjar. Partisipasi juga diberikan Bandung Barat melalui Badingkut, selain Badawang dari Garut. Melengkapi warna, Rudat Akrobat disajikan Indramayu. Galuh Ethnic Carnaval sangat kental dengan nuansa etnis bukan hanya dari Ciamis, namun juga dari luar Ciamis.
Upacara Adat Nyangku
Upacara adat ini berpusat di Situ Lengkong, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis. Pada dasarnya upacara adat ini merupakan suatu prosesi yang bertujuan untuk menyucikan benda-benda pusaka peninggalan dari Prabu Sanghyang Borosngora dan para Raja serta penerus Bupati Panjalu yang tersimpan di Pasucian Bumi Alit. Upacara ini biasanya dilaksanakan setiap Senin atau Kamis terakhir Bulan Maulud (Rabiul Awal) oleh warga Panjalu, Ciamis.
Istilah Nyangku berasal dari kata bahasa Arab ‘yanko’ yang dalam berarti membersihkan. Di lidah orang Sunda, kata yanko kemudian berubah menjadi kata nyangku.
Upacara adat Nyangku pada dasarnya merupakan sebuah bentuk penghormatan bagi peninggalan pusaka leluhur juga sebagai ungkapan terima kasih atas jasa-jasa leluhur Panjalu yang telah mendirikan negara dan menyebarkan agama Islam di wilayah sekitar Ciamis, khususnya di Kecamatan Panjalu. Inti dari ritual Nyangku adalah pembersihan benda-benda pusaka yang sudah lama dimiliki oleh Kerajaan Panjalu.
Ritual Nyangku di Panjalu ini diawali dengan berziarah ke makam raja di Situ Lengkong, Panjalu. Kemudian dilanjutkan dengan pencucian benda pusaka peninggalan raja.
Upacara yang biasanya dimulai sekitar pukul 07.30 ini digelar dengan mengeluarkan benda-benda pusaka dari Bumi Alit terlebih dahulu. Benda-benda tersebut kemudian digendong dan diarak oleh keturunan raja Panjalu menuju Nusa Gede. Ketika diarak, para pembawa pusaka diiringi dengan rebana dan shalawat hingga panggung utama. Pusaka-pusaka kemudian dibawa lagi menuju bangunan kecil yang terdapat di Nusa Larang.
Benda-benda pusaka tersebut segera dibersihkan dengan air yang berasal dari tujuh mata air yang dicampur dengan jeruk nipis. Pencucian benda pusaka ini dimulai dengan pedang pusaka Prabu Sanghyang Borosngora dilanjutkan dengan pusaka-pusaka yang lain.
Setelah selesai dicuci, benda-benda pusaka tersebut lalu diolesi dengan minyak kelapa yang dibuat khusus untuk upacara ini. Sesudah selesai benda pusaka tersebut kemudian dikeringkan dengan asap kemenyan lalu dikembalikan lagi di Pasucian Bumi Alit untuk disimpan.
Konon, upacara adat nyangku ini sudah dilaksanakan sejak Zaman pemerintahan Prabu Borosngora. Kala itu, Sang Prabu Borosngora menjadikan prosesi adat Nyangku ini sebagai salah satu media syiar atau penyebaran agama Islam bagi rakyat Panjalu dan sekitarnya.